Selasa, 14 Juni 2011

RENUNGAN, KEPADA MEREKA YANG SIBUK ....

Seperti biasa Rudi, Kepala Cabang di sebuah perusahaan swasta
terkemuka di Jakarta, tiba di rumahnya pada pukul 9 malam. Tidak
seperti biasanya, Imron, putra pertamanya yang baru duduk di kelas
dua SD yang membukakan pintu. Ia nampaknya sudah menunggu cukup lama.
"Kok, belum tidur?" sapa Rudi sambil mencium anaknya. Biasanya, Imron
memang sudah lelap ketika ia pulang dan baru terjaga ketika ia akan
berangkat ke kantor pagi hari. Sambil membuntuti sang ayah menuju
ruang keluarga, Imron menjawab, "Aku nunggu Ayah pulang. Sebab aku mau
tanya berapa sih gaji Ayah?" "Lho, tumben, kok nanya gaji Ayah? Mau
minta uang lagi, ya?"
"Ah, enggak. Pengen tahu aja." "Oke. Kamu boleh hitung sendiri.
Setiap hari Ayah bekerja sekitar 10 jam dan dibayar Rp 400.000,-. Dan
setiap bulan rata-rata dihitung 25 hari kerja. Jadi, gaji Ayah dalam
satu bulan berapa, hayo?"
Imron berlari mengambil kertas dan pensilnya dari meja belajar,
sementara ayahnya melepas sepatu dan menyalakan televisi. Ketika Rudi
beranjak menuju kamar untuk berganti pakaian, Imron berlari mengikutinya.
"Kalau satu hari ayah dibayar Rp 400.000,- untuk 10 jam, berarti satu
jam ayah digaji Rp 40.000,- dong," katanya. "Wah, pinter kamu. Sudah,
sekarang cuci kaki, bobok," perintah Rudi. Tetapi Imron tak beranjak.
Sambil menyaksikan ayahnya berganti pakaian, Imron kembali bertanya,
"Ayah, aku boleh pinjam uang Rp 5.000,- nggak?" "Sudah, nggak usah
macam-macam lagi. Buat apa minta uang malam-malam begini? Ayah capek.
Dan mau mandi dulu. Tidurlah."
"Tapi, Ayah..." Kesabaran Rudi habis. "Ayah bilang tidur!" hardiknya
mengejutkan Imron. Anak kecil itu pun berbalik menuju kamarnya. Usai
mandi, Rudi nampak menyesali hardikannya. Ia pun menengok Imron di
kamar tidurnya. Anak kesayangannya itu belum tidur. Imron didapatinya
sedang terisak-isak pelan sambil memegang uang Rp 15.000,- di tangannya.
Sambil berbaring dan mengelus kepala bocah kecil itu, Rudi berkata,
"Maafkan Ayah, Nak. Ayah sayang sama Imron. Buat apa sih minta uang
malam-malam begini? Kalau mau beli mainan, besok' kan bisa. Jangankan
Rp 5.000,- lebih dari itu pun ayah kasih." "Ayah, aku nggak minta
uang. Aku pinjam. Nanti aku kembalikan kalau sudah menabung lagi dari
uang jajan selama minggu ini."
"Iya,iya, tapi buat apa?" tanya Rudi lembut. "Aku menunggu Ayah dari
jam 8. Aku mau ajak Ayah main ular tangga. Tiga puluh menit saja. Ibu
sering bilang kalau waktu Ayah itu sangat berharga. Jadi, aku mau
beli waktu ayah. Aku buka tabunganku, ada Rp 15.000,-. Tapi karena
Ayah bilang satu jam Ayah dibayar Rp 40.000,-, maka setengah jam
harus Rp 20.000,-. Duit tabunganku kurang Rp 5.000,-. Makanya aku mau
pinjam dari Ayah," kata Imron polos.
Rudi terdiam. Ia kehilangan kata-kata. Dipeluknya bocah kecil itu erat-erat.
* * *
Saya tidak tahu apakah kisah di atas fiktif atau kisah nyata. Tapi
saya tahu kebanyakan anak-anak orang kantoran maupun wirausahawan
saat ini memang merindukan saat-saat bercengkerama dengan orang tua
mereka. Saat dimana mereka tidak merasa "disingkirkan" dan diserahkan
kepada suster, pembantu atau sopir. Mereka tidak butuh uang yang
lebih banyak. Mereka ingin lebih dari itu. Mereka ingin merasakan
sentuhan kasih-sayang Ayah dan Ibunya. Apakah hal ini berlebihan?
Sebagian besar wanita karier yang nampaknya menikmati emansipasi-nya,
diam-diam menangis dalam hati ketika anak-anak mereka lebih dekat
dengan suster, supir, dan pembantu daripada ibu kandung mereka
sendiri. Seorang wanita muda yang menduduki posisi asisten manajer
sebuah bank swasta, menangis pilu ketika menceritakan bagaimana
anaknya yang sakit demam tinggi tak mau dipeluk ibunya, tetapi
berteriak-teriak memanggil nama pembantu mereka yang sedang mudik lebaran.
Kesimpulan dari cerita tadi :
Ada dua golongan orang kaya
1. Orang yg semakin kaya, semakin tidak punya waktu (buat keluarga, dirinya
sendiri)
Prinsip golongan orang no. 1 ini adalah ===> ORANG bekerja untuk UANG.
2. Orang yg semakin kaya, semakin punya waktu dan menikmati kekayaan bersama
keluarganya.
Prinsip golongan ini ===> UANG bekerja untuk ORANG Karena di
Indonesia (khususnya di Jakarta), kita banyak melihat dan
mengenal orang dari golongan no. 1 itu, maka DOGMA "Kalau mau
kaya harus punya pendidikan tinggi dan bekerja keras serta
mengorbankan waktu" dianggap benar. Akibatnya semakin tinggi
jabatan dan kariernya, semakin sibuk dia, sehingga waktu buat
keluarga dan diri sendiri tidak punya. Akibatnya bisa kita lihat,
banyak eksekutif yg mudah stress dan terkena penyakit. Kaya tapi
Stress dan penyakitan.
Nah...golongan ke-2 ini memang jarang terdengar. Padahal orang di
golongan ini termasuk banyak di Indonesia. Mereka bisa menikmati
waktunya dan kekayaannya bersama keluarga. Istilah kerennya
'FINANCIAL & TIME FREEDOM'. Punya kebebasan waktu dan uang.
Pertanyaannya : "Koq bisa...?"
Betul....karena mereka mempunyai ASET. Definisi ASET adalah :
"Sesuatu (benda mati atau hidup) yg dimiliki oleh seseorang yg bisa
menghasilkan nilai tanpa orang tersebut nantinya harus bekerja lagi".
Bentuk ASET ada bermacam2 :
1. Deposito
2. Tanah / Emas
3. Saham / Reksadana
4. Mobil / Rumah
ASET inilah yg menjamin penghasilan kita tanpa kita harus bekerja
lagi. Kita tidurpun, ASET tersebut akan menghasilkan uang buat kita. Hebat
khan..?
Memang agak susah merubah cara pandang (paradigma) seseorang (termasuk
saya juga dulunya..). Kalau saya membayangkan dulu waktu saya diterima
di FTUI...wuih...betapa bangganya saya dan orang tua saya pada waktu
itu. Setiap orang tua saya ketemu temannya, dengan bangga beliau
katakan "Anak ku sekarang di FTUI lho, ya..mudah2an setelah lulus
nanti cepat dapat kerjaan di perusahaan besar". Coba kita perhatikan.
Dari sejak kecil hingga besar, dalam otak kita selalu ditanamkan untuk
sekolah yg benar dan dapat titel yg bagus, HANYA agar bisa bekerja
UNTUK ORANG LAIN. Tidak pernah orang tua saya katakan "Rizal, besok
kalau kamu sudah lulus kuliah, Papah dan Mamah berharap kamu jadi
pengusaha yg sukses dan bisa membantu banyak orang"...TIDAK
PERNAH...!! Kenapa ? Karena memang paradigmanya "Sekolah, lulus, cari
kerja, dapat uang, menabung utk masa depan". Jadi kesimpulannya untuk
mereka yg menolak itu memang belum bisa melihat paradigma baru, yaitu
punya ASET sendiri.
Kegagalan bukanlah Sesuatu yang Permanen. Bangkitlah dan terus mencoba lagi ...
Anda tidak akan GAGAL kecuali melewatkan kesempatan ini.
Info lebih lanjut

Tidak ada komentar:

Posting Komentar