Selasa, 03 April 2012

JAMUR TIRAM

Sudah tahu jamur tiram putih kan ?.. Bentuknya lebar & warnanya putih bersih.
Aku sering menggunakan bahan makanan ini. Sebagai pelengkap tumis atau digoreng tepung krispy..hhmm nyam nyam.. :)

*Jamur tiram mengandung banyak khasiat sebagai antibakteri, antivirus, antioksidan, antitumor, menormalkan tekanan darah, menurunkan  kolesterol, meningkatkan kekebalan tubuh, menguatkan syaraf dan dapat untuk mengurangi stress.
*Jamur tiram juga kaya mineral dan vitamin-vitamin penting terutama kelompok vitamin B, Vitamin C, dan provitamin D serta asam karbonat. Jamur ini juga merupakan sumber mineral utama yang baik seperti kalium, fosfor, natrium, kalsium, dan magnesium.

*Jamur Tiram Putih berguna sebagai pencegah hipertensi, mencegah kanker dan mengandung lovastatin (penurun kolesterol). Para ahli di luar negeri telah berhasil mengekstrak Jamur Tiram Putih untuk mengambil senyawa aktif lovastatin. Orang-orang Jepang dan Cina telah mengkonsumsi Jamur ribuan tahun yang lampau.

*Jamur juga bisa dijadikan sebagai penyedap makanan. Kandungan asam amino pada jamur erat kaitannya dengan cita rasa sehingga jamur dapat digunakan sebagai penyedap makanan. Jamur tiram mengandung asam glutamat yang membuat gurih masakan, sehingga dapat sebagai penyedap rasa.

*Jamur juga berkhasiat untuk kesehatan. Jamur mempunyai antioksidan yang aktif untuk melawan radikal bebas. Serat tidak larut {insoluble dietary fiber /IDF) pada jamur tiram 39,8 persen sangat baik untuk pencernaan, sisanya serat larut yang baik untuk kolesterol. Jamur pun sangat cocok bagi pelaku diet karena kandungan kalorinya yang rendah. Tak hanya itu, jamur juga mengandung glucan, bisa meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Kalau kita mengonsumsi rutin 6-7 gram per hari, maka daya tahan tubuh kita akan baik.

*Jamur tiram merupakan bahan makanan bernutrisi dengan kandungan protein tinggi, kaya vitamin dan mineral, rendah karbohidrat, lemak dan kalori. Jamur tiram juga dipercaya mempunyai khasiat obat untuk berbagai penyakit, seperti lever, diabetes, anemia, sebagai antiviral dan antikanker serta menurunkan kadar kolesterol.

*Di samping itu, jamur tiram juga dipercaya mampu membantu penurunan berat badan karena berserat tinggi dan membantu pencernaan. Di dalamnya terkandung 9 asam amino esensial dengan kadar protein 19-35% (lebih rendah dari kedelai dan susu). Jadi jamur ini dapat dijadikan sumber protein nabati di samping kacang-kacangan. Jenis vitamin di dalam jamur adalah vitamin B1, B2, niasin, biotin dan vitamin C. Selain itu di dalamnya terdapat mineral K, P, Ca, Na, Mg dan Cu. Selain campuran pada berbagai jenis masakan, jamur tiram merupakan bahan baku obat.

Info pemesanan (order in) : akmalsaniba@yahoo.co.id

Minggu, 11 Maret 2012

Kisah Wortel, Telur, dan Kopi

Seorang anak mengeluh pada ayahnya mengenai kehidupannya dan menanyakan mengapa hidup ini terasa begitu berat baginya. Ia tidak tahu bagaimana menghadapinya dan hampir menyerah. Ia sudah lelah untuk berjuang. Sepertinya setiap kali satu masalah selesai, timbul masalah baru.
Ayahnya, seorang koki, membawanya ke dapur. Ia mengisi 3 panci dengan air dan menaruhnya di atas api.
Setelah air di panci-panci tersebut mendidih. Ia menaruh wortel di dalam panci pertama, telur di panci kedua dan ia menaruh kopi bubuk di panci terakhir. Ia membiarkannya mendidih tanpa berkata-kata. Si anak membungkam dan menunggu dengan tidak sabar, memikirkan apa yang sedang dikerjakan sang ayah. Setelah 20 menit, sang ayah mematikan api.

Selasa, 06 Maret 2012

Suami yang soleh

  1. Suami yang taat dalam melaksanakan perintah serta suruhan Allah dan RasulNya dan dapat pula membimbing isterinya
  2. Suami yang mampu memberikan nafkah sama ada zahir ataupun batin
  3. Suami yang sedia memberikan nasihat, bimbingan , dorongan , didikan dan tunjuk ajar dalam melaksanakan tugas serta tanggungjawab rumah tangga dan juga terhadap Allah S.W.T.
  4. Suami yang bijak dalam menyelesaikan permasalahan isteri yang timbul bersama jiran tetangga atau sebagainya.
  5. Suami yang dapat memberikan pemerhatian dalaam hal keselamatan, kebajikan dan kesihatannya.
  6. Suami yang dapat menyediakan tempat tinggal, pakaian dan makanan yang sempurna mengikut kemampuannya
  7. Suami yang penyabar dan tidak mengggunakan kekerasan dalam menyelesaikan sesuatu masalah atau untuk mendapatkan sesuatu.
  8. Suami yang tidak cemburu buta tanpa asas terhadap isterinya yang mana boleh merosakkan keutuhan rumah tangga mereka.
  9. Sentiasa memberikan kasih sayang, belas kasihan dan pergaulan yang baik terhadap isterinya.
  10. Suami yang sentiasa menjaga rahsia isterinya dan tidak didedahkan kepada orang lain.
  11. Suami yang ikhlas dan jujur serta dapat menepati janji terhadap isteri dan anak-anak.
  12. Suami yang menjauhkan diri dari perbuatan maksiat seeprti meminum minuman keras, berjudi, berzina, menipu, mencuri dan sebagainya.
  13. Suami yang dapat memberikan penjagaan dan pemerhatian yang baik terhadap isterinya. Penjagaan ini meliputi semua hal termasuk kehormatannya.
  14. Suami mestilah bijak memahami persaan dan hati isteri sama ada dengan perbuatan atau perkataan, jangan biarkan dirinya dalam keadaaan bersedih.
  15. Suami yang sentiasa mengutamakan kebersihan diri, zahir dan batin.
  16. Suami mestilah menahan dirinya dari bergaul secara bebas dengan wanita lain.
  17. Suami yang dapat menyelidiki secara cermat dan teliti segala hal yang disampaikan oleh orang lain yang berkaitan dengan isterinya.
  18. Suami yang bijak dalam memimpin rumah tangganya dan melaksanakan tugas dengan penuh amanah serta bertanggungjawab.
http://nurjeehan.hadithuna.com

Ciri ciri wanita solehah

Tidak banyak syarat yang dikenakan oleh Islam untuk seseorang wanita menerima gelaran solehah, dan seterusnya menerima pahala syurga yang penuh kenikmatan dari Allah s.w.t.
Mereka hanya perlu memenuhi 2 syarat iaitu :
1. Taat kepada Allah dan RasulNya
2. Taat kepada suami

Sabtu, 03 Maret 2012

Mangkuk yang Cantik, Madu yang Manis dan Sehelai Rambut

Rasulullah SAW dengan sahabat-sahabatnya Abu Bakar Ash Shiddiq r.a., Umar bin Khattab r.a., Utsman bin Affan r.a., dan ‘Ali bin Abi Thalib r.a. bertamu ke rumah Ali r.a. Di rumah Ali r.a. istrinya Fathimah Az Zahra r.ha. putri kesayangan Rasulullah SAW menghidangkan untuk mereka madu yang diletakkan di dalam sebuah mangkuk yang cantik, dan ketika semangkuk madu itu dihidangkan sehelai rambut ikut di dalam mangkuk itu. Baginda Rasulullah SAW kemudian meminta kesemua sahabatnya untuk membuat suatu perbandingan terhadap ketiga benda tersebut (Mangkuk yang cantik, madu yang manis, dan sehelai rambut).

Rahasia Senyuman Rasulullah Muhammad SAW

Ketika Anda membuka lembaran sirah kehidupan Muhammad saw., Anda tidak akan pernah berhenti kagum melihat kemuliaan dan kebesaran pribadi beliau saw. Sisi kebesaran itu terlihat dari sikap seimbang dan selaras dalam setiap perilakunya, sikap beliau dalam menggunakan segala sarana untuk meluluhkan kalbu setiap orang dalam setiap kesempatan.

Satu Menit Penuh Barokah

Bismillahi minal Awwali wal Akhiri … Coba Anda pikir-pikir, sesungguhnya banyak sekali jalan untuk mengerjakan amal kebajikan tanpa memerlukan usaha yang berat. Amal kebajikan itu dapat Anda kerjakan saat berjalan dengan kedua kaki Anda, mengendarai kendaraan, sedang berdiri atau duduk.
Dalam waktu satu menit, sebenarnya Anda dapat membaca surat Al-Ikhlas sebanyak 15 kali. Rasulullah bersabda: “Demi Dzat yang menguasai diriku, sesungguhnya nilai surat Al-Ikhlas serupa dengan sepertiga Al-Qur’an.” (HR. Bukhari)

WAHYU TERAKHIR KEPADA RASULULLAH SAW

Diriwayatkan bahawa surah Al-Maaidah ayat 3 diturunkan pada sesudah waktu asar yaitu pada hari Jumaat di padang Arafah pada musim haji penghabisan [Wada']. Pada masa itu Rasulullah s.a.w. berada di Arafah di atas unta. Ketika ayat ini turun Rasulullah s.a.w. tidak begitu jelas penerimaannya untuk mengingati isi dan makna yang terkandung dalam ayat tersebut. Kemudian Rasulullah s.a.w. bersandar pada unta beliau, dan unta beliau pun duduk perlahan-lahan. Setelah itu turun malaikat Jibril a.s. dan berkata:

BERTANI DISYURGA


Pada suatu hari Rasulullah s.a.w. berbicara dengan seorang lelaki dari desa. Rasulullah s.a.w. menceritakan bahawa ada seorang lelaki penghuni syurga meminta kepada Allah s.w.t. untuk bercocok tanam, kemudian Allah s.w.t. bertanya kepadanya bukankah Allah s.w.t. telah berikan semua perkara yang dia perlukan? Lelaki itu mengakui, tetapi dia suka bercocok tanam. Lalu dia menabur biji benih. Tanaman itu langsung tumbuh. Kesemuanya sama. Setelah itu dia menuainya. Hasilnya dapat setinggi gunung. Allah s.w.t. berfirman kepadanya, "Wahai anak Adam, ia tidak mengenyangkan perut kamu".

"Demi Allah, orang itu adalah orang Quraisy atau pun Anshar kerana mereka dari golongan petani. Kami bukan dari golongan petani", kata orang Badui itu. Rasulullah s.a.w. tertawa mendengar kata-kata orang Badui itu.

KEBERANIAN SAAD BIN ABU WAQQASH R.A

Ibnu Asakir telah mengeluarkan dari Az-Zuhri dia telah berkata: Pada suatu hari Rasulullah s.a.w. telah mengutus Sa'ad bin Abu Waqqash ra. untuk mengetuai suatu pasukan ke suatu tempat di negeri Hijaz yang dikenal dengan nama Rabigh. Mereka telah diserang dari belakang oleh kaum Musyrikin, maka Sa'ad bin Abu Waqqash ra. mengeluarkan panah-panahnya serta memanah mereka dengan panah-panah itu. Dengan itu, maka Sa'ad bin Abu Waqqash ra. menjadi orang pertama yang memanah di dalam Islam, dan peristiwa itu pula menjadi perang yang pertama terjadi di dalam Islam. (Al-Muntakhab 5:72)

KAMBING DAN ALAT TENUN

Imam Ahmad telah memberitakan dari Humaid bin Hilal, dia berkata: "Ada seorang lelaki yang sering berulang-alik di kampung kami, lalu dia membawa cerita yang aneh-aneh kepada orang-orang kampung. Dia bercerita: "Suatu ketika aku datang ke Madinah dalam rombongan dagang, lalu aku menjual semua barang-barang yang aku bawa. Aku berkata kepada diriku: "Mengapa aku tidak pergi kepada orang lelaki yang membawa ajaran baru itu, barangkali aku dapat mendengar berita-berita yang aneh untuk aku bawa kembali bersamaku?! Aku pun pergi kepada Rasulullah s.a.w. untuk bertanya sesuatu, lalu Rasulullah s.a.w. menunjuki arah sebuah rumah, katanya: "Ada seorang wanita yang tinggal di rumah itu . Pernah dia mengikut tentera Islam berjihad, dan ditinggalkannya 12 ekor kambingnya dan sebuah alat tenunan yang digunakannya untuk menenun pakaian. Apabila dia kembali dari berjihad, didapati kambingnya hilang seekor, dan alat tenunannya pun hilang. Dia merasa sedih atas kehilangannya itu. Maka dia pun mengangkat kedua belah tangan berdoa kepada Tuhannya dengan penuh kesungguhan, katanya:

PERMOHONAN SIKAYA DAN SIMISKIN

Nabi Musa a.s. memiliki ummat yang jumlahnya sangat banyak dan umur mereka panjang-panjang. Mereka ada yang kaya dan juga ada yang miskin. Suatu hari ada seorang yang miskin datang menghadap Nabi Musa a.s.. Ia begitu miskinnya pakaiannya compang-camping dan sangat lusuh berdebu. Si miskin itu kemudian berkata kepada Baginda Musa a.s., "Ya Nabiullah, Kalamullah, tolong sampaikan kepada Allah s.w.t. permohonanku ini agar Allah s.w.t. menjadikan aku orang yang kaya." Nabi Musa a.s. tersenyum dan berkata kepada orang itu, "Saudaraku, banyak-banyaklah kamu bersyukur kepada Allah s.w.t.". Si miskin itu agak terkejut dan kesal, lalu ia berkata, "Bagaimana aku mau banyak bersyukur, aku makan pun jarang, dan pakaian yang aku gunakan pun hanya satu lembar ini saja"!. Akhirnya si miskin itu pulang tanpa mendapatkan apa yang diinginkannya. Beberapa waktu kemudian seorang kaya datang menghadap Nabi Musa a.s.. Orang tersebut bersih badannya juga rapi pakaiannya. Ia berkata kepada Nabi Musa a.s., "Wahai Nabiullah, tolong sampaikan kepada Allah s.w.t. permohonanku ini agar dijadikannya aku ini seorang yang miskin, terkadang aku merasa terganggu dengan hartaku itu." Nabi Musa a.s.pun tersenyum, lalu ia berkata, "Wahai saudaraku, janganlah kamu bersyukur kepada Allah s.w.t.". "Ya Nabiullah, bagaimana aku tidak bersyukur kepada Allah s.w.t.?. Allah s.w.t. telah memberiku mata yang dengannya aku dapat melihat. telinga yang dengannya aku dapat mendengar. Allah s.w.t. telah memberiku tangan yang dengannya aku dapat bekerja dan telah memberiku kaki yang dengannya aku dapat berjalan, bagaimana mungkin aku tidak mensyukurinya", jawab si kaya itu. Akhirnya si kaya itu pun pulang ke rumahnya. Kemudian terjadi adalah si kaya itu semakin Allah s.w.t. tambah kekayaannya kerana ia selalu bersyukur. Dan si miskin menjadi bertambah miskin. Allah s.w.t. mengambil semua kenikmatan-Nya sehingga si miskin itu tidak memiliki selembar pakaianpun yang melekat di tubuhnya. Ini semua kerana ia tidak mau bersyukur kepada Allah s.w.t.

Nabi Sulaiman a.s. dan Seekor Semut

Kerajaan Nabi Sulaiman a.s. dikala itu sedang mengalami musim kering yang begitu panjang. Lama sudah hujan tidak turun membasahi bumi. Kekeringan melanda di mana-mana. Baginda Sulaiman a.s. mulai didatangi oleh ummatnya untuk dimintai pertolongan dan memintanya memohon kepada Allah s.w.t. agar menurunkan hujan untuk membasahi kebun-kebun dan sungai-sungai mereka. Baginda Sulaiman a.s. kemudian memerintahkan satu rombongan besar pengikutnya yang terdiri dari bangsa jin dan manusia berkumpul di lapangan untuk berdo'a memohon kepada Allah s.w.t. agar musim kering segera berakhir dan hujan segera turun.

BIDADARI UNTUK UMAR R.A.

Umar r.a. adalah salah satu dari sahabat Rasulullah s.a.w. Semenjak ia memeluk Islam kaum muslimin seakan memperoleh suatu kekuatan yang sangat besar. Sejak itulah mereka berani solat dan tawaf dikaabah secara terang-terangan. Umar r.a. adalah seorang yang wara, ia sangat teliti dalam mengamalkan Islam. Umar r.a. mempelajari surah Al-Baqoroh selama 10 tahun, ia kemudian melapor kepada Rasulullah s.a.w. , "Wahai Rasulullah s.a.w. apakah kehidupanku telah mencerminkan surah Al-Baqoroh, apabila belum maka aku tidak akan melanjutkan ke surah berikutnya".Rasulullah s.a.w.  menjawab, "Sudah..."!. Umar r.a. mengamalkan agama sesuai dengan kehendak Allah s.w.t. Kerana kesungguhannya inilah maka banyak ayat di Al-Quran yang diturunkan Allah s.w.t. berdasarkan kehendak yang ada pada hatinya, seperti mengenai pengharaman arak, ayat mengenai hijab, dan beberapa ayat Al-Quran lainnya.

RASULULLAH S.A.W. MENDATANGI KAFILAH DAGANG

Dari kejauhan gumpalan debu padang pasir membumbung ke langit. Debu-debu yang berterbangan itu dapat terlihat dari kejauhan bertanda ada satu rombongan kafilahÏ akan datang mendekati kota Mekkah. Rasulullah s.a.w. melihat gumpalan debu dari kejauhan itu segera pulang ke rumah. Nabi Muhammad s.a.w. langsung menyiapkan perbekalan dan membungkusnya. Setelah itu Rasulullah s.a.w. menunggu di pintu gerbang kota Mekkah. Kafilah itu rupanya tidak memasuki kota Mekkah mereka hendak menuju tempat lain. Rasulullah s.a.w. mendekati kafilah itu dan mencari pimpinan rombongan kafilah tersebut. Setelah berjumpa dengan pemimpin kafilah itu Rasulullah s.a.w.  meminta izin untuk dapat ikut serta di dalam rombongan tersebut. Beliau, Rasulullah s.a.w.  telah diizinkan. Rasulullah s.a.w.  mulailah berdakwah kepada mereka, kepada setiap orang dalam rombongan itu Rasulullah s.a.w.  telah sampaikan kebesaran Allah s.w.t. dan mengajak mereka untuk menerima Islam. Setelah semua orang mendapat penjelasan dari Rasulullah s.a.w. , Rasulullah s.a.w. pun meminta izin kepada pimpinan rombongan untuk pulang kembali ke Mekkah. Rasulullah s.a.w. kembali ke kota Mekkah dengan berjalan kaki sedangkan kafilah tersebut telah melalui kota Mekkah sejauh satu hari satu malam perjalanan. Rasulullah s.a.w. hanya inginkan setiap orang memiliki kalimah Laalilaahaillallaah dan selamat dari adzab yang pedih kelak di akhirat.

RASULULLAH S.A.W. DAN PENGEMIS YAHUDI BUTA

Di sudut pasar Madinah Al-Munawarah seorang pengemis Yahudi buta hari demi hari apabila ada orang yang mendekatinya ia selalu berkata "Wahai saudaraku jangan dekati Muhammad, dia itu orang gila, dia itu pembohong, dia itu tukang sihir, apabila kalian mendekatinya kalian akan dipengaruhinya". Setiap pagi Rasulullah s.a.w. mendatanginya dengan membawa makanan, dan tanpa berkata sepatah kata pun Rasulullah s.a.w. menyuap makanan yang dibawanya kepada pengemis itu walaupun pengemis itu selalu berpesan agar tidak mendekati orang yang bernama Muhammad. Rasulullah s.a.w  melakukannya hingga menjelang Nabi Muhammad s.a.w.  wafat. Setelah kewafatan Rasulullah s.a.w. tidak ada lagi orang yang membawakan makanan setiap pagi kepada pengemis Yahudi buta itu.

NIAT TAUBAT MENUKAR ARAK MENJADI MADU

Pada suatu hari, Omar Al-Khatab sedang bersiar-siar di lorong-lorong dalam kota Madinah. Di hujung simpang jalan beliau terserempak dengan pemuda yang membawa kendi. Pemuda itu menyembunyikan kendi itu di dalam kain sarung yang diselimutkan di belakangnya. Timbul syak di hati Omar AL-Khatab apabila terlihat keadaan itu, lantas bertanya, "Apa yang engkau bawa itu?" Kerana panik sebab takut dimarahi Omar yang terkenal dengan ketegasan, pemuda itu menjawab dengan terketar-ketar iaitu benda yang dibawanya ialah madu. Walhal benda itu ialah khamar. Dalam keadaannya yang bercakap bohong itu pemuda tadi sebenarnya ingin berhenti dari terus minum arak. Dia sesungguhnya telah menyesal dan insaf dan menyesal melakukan perbuatan yang ditegah oleh agama itu. Dalam penyesalan itu dia berdoa kepada Tuhan supaya Omar Al-Khatab tidak sampai memeriksa isi kendinya yang ditegah oleh agama itu.

GUNUNG MENANGIS TAKUT TERGOLONG BATU API NERAKA

Pada suatu hari Uqa'il bin Abi Thalib telah pergi bersama-sama dengan Nabi Muhammad s.a.w.. Pada waktu itu Uqa'il telah melihat berita ajaib yang menjadikan tetapi hatinya tetap bertambah kuat di dalam Islam dengan sebab tiga perkara tersebut. Peristiwa pertama adalah, bahawa Nabi Muhammad s.a.w. akan mendatangi hajat yakni mebuang air besar dan di hadapannya terdapat beberapa batang pohon. Maka Baginda s.a.w. berkata kepada Uqa'il, "Hai Uqa'il teruslah engkau berjalan sampai ke pohon itu, dan katalah kepadanya, bahawa sesungguhnya Rasulullah berkata; "Agar kamu semua datang kepadanya untuk menjadi aling-aling atau penutup baginya, kerana sesungguhnya Baginda akan mengambil air wuduk dan buang air besar."

MENAHAN LAPAR SEMALAMAN KERANA MENGHORMATI TETAMU

Seorang telah datang menemui Rasulullah s.a.w.  dan telah menceritakan kepada Baginda s.a.w. tentang kelaparan yang dialami olehnya. Kebetulan pada ketika itu Baginda s.a.w. tidak mempunyai suatu apa makanan pun pada diri Baginda s.a.w. mahupun di rumahnya sendiri untuk diberikan kepada orang itu. Baginda s.a.w. kemudian bertanya kepada para sahabat,"Adakah sesiapa di antara kamu yang sanggup melayani orang ini sebagai tetamunya pada malam ini bagi pihak aku?" Seorang dari kaum Ansar telah menyahut, "Wahai Rasulullah s.a.w. , saya sanggiup melakukan seperti kehendak tuan itu."

SYAHID SELEPAS MENGUCAPKAN SYAHADAH

Suatu ketika tatkala Rasulullah s.a.w. sedang bersiap di medan perang Uhud, tiba-tiba terjadi hal yang tidak terduga. Seorang lelaki yang bernama Amar bin Thabit telah datang menemui Baginda s.a.w.. Dia rupanya ingin masuk Islam dan akan ikut perang bersama Rasulullah s.a.w. Amar ini berasal dari Bani Asyahali. Sekalian kaumnya ketika itu sudah Islam setelah tokoh yang terkenal Saad bin Muaz memeluk Islam. Tetapi Amar ini enggan mengikut kaumnya yang ramai itu. Keangkuhan jahiliyyah menonjol dalam jiwanya, walaupun dia orang baik dalam pergaulan. Waktu kaumnya menyerunya kepada Islam, ia menjawab, "Kalau aku tahu kebenaran yang aku kemukakan itu sudah pasti aku tidak akan mengikutnya." Demikian angkuhnya Amar.

Sabtu, 18 Februari 2012

Use of Expatriates

Introduction

The world economy is moving away from the traditional economic system, where national markets were considered as distinct entities - which were isolated from each other by trade barriers, barriers of distance, time and culture - towards a modern economic system, where the national markets are merging into one huge global market. In many industries it is no longer meaningful to talk about the American market, the German Market or the Japanese market. Therefore, as the development in the international business environment are forcing companies to think of the world as one vast market, the companies are being forced to set up their manufacturing and marketing facilities in different foreign countries in order to do business globally. Ford Motors, for instance, has production plants in 38 countries and sales outlets in over 200 countries (Ford 1997 Annual report, www.ford.com). In this regard, there are in today's world a still increasing number of people, who are sent by companies on foreign assignments for a longer or shorter period of time - and it is those people that we in this paper will refer to as expatriates.

Trade rules and climate change subsidies


 Countries can choose between a wide range of policy instruments to address climate change. While economists tend to argue for the efficiency of instruments such as environmental taxes, many countries are incorporating subsidies into their plans for limiting greenhouse gas emissions. However, these subsidies may conflict with World Trade Organization rules. This paper analyzes the potential benefits of using climate change subsidies in terms of addressing market failures as well as the risks of protectionism arising from such subsidies. It then examines World Trade Organization rules to determine whether they optimally differentiate between beneficial and harmful subsidy policies. It concludes that existing WTO rules do not provide adequate scope for legitimate subsidies and makes suggestions for reforming subsidies law.

KUMPULAN BEBERAPA HADITS SHAHIH



Dari Kitab Bukhari dan Muslim

1.      Dari Abi Abdurrahman Abdillah bin Umar bin Khattab ra. berkata: Aku telah mendengar Rasulullah saw bersabda: "Bangunan Islam itu atas lima perkara Mengakui bahwa tiada Tuhan melainkan Allah dan sesungguhnya Muhammad itu Utusan Allah, Mendirikan Shalat, Mengeluarkan Zakat, Mengerjakan Haji ke Baitullah dan Puasa bulan Ramadhan."
(Bukhari - Muslim)
2.      Dari Abi Hamzah Anas bin Malik ra. pelayan Rasulullah saw dari Nabi saw telah berkata: "Tidak sempurna iman seseorang diantaramu hingga mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri."
(Bukhari - Muslim) 

Sedikit demi sedikit lama lama jadi bukit


Sedikit demi sedikit lama lama jadi bukit, pepetah ini sederhana saja “sedikit demi sedikit, lama lama menjadi bukit”.  Kita biasa memaknainya, bahwa bila kita mengumpulkan secen demi secen, pada saatnya kita akan mendapatkan sepundi, namun pepatah ini tak hanya sekedar berbicara tentang hidup hemat, atau ketekunan menabung.
Pepetah ini menyiratkan tentang sesuatu yang lebih baik daripada sekantung keping uang, yaitu apa bila kita mampu mengumpullkan setiap tindakan-tindakan kecil kita. Maka kita akan mendapati kebesaran dalam jiwa kita.
Bagaimanakah tindakan tindakan kecil itu mencerminkan kebesaran pemiliknya? Yaitu apabila disertai dengan secercah kasih sayang didalam nya. Ucapan terimakasih, sesungging senyuman, sapaan ramah, atau pelukan bersahabat, adalah ungkin tindakan yang sepele saja, namun dalam liputan kasih sayang, ia akan lebih berharga dibanding sebukit tabungan anda.

ilustrasi kehidupan


Hidup di dunia hanyalah sementara, dan allah swt juga mengatakan bahwa hidup didunia nyanyalah sebuah permainan, untuk itu kita perlu mendekatkan diri kita dengan sang pencipta, sang kholik, allah swt tidak pernah berhenti dalam mencurahakan rahmat dan karunianya kepada kita, bersyukur atau tidak bersyukur allah terus mencurahkan rahmatnya kepada kita. pernahkah kita memikirkan, pernahkah kita bayangkan apayang akan terjadi ketika allah swt berhenti mecurahkan rahmatnya.
hidup diatas dunia dengan rezki yang allah swt anugerahkan, disini perumpamaan adalah seperti halnya berdagang, rezki yang allah swt anugerahkan bagaikan pinjaman modal untuk membuka sebuah usaha. dengan modal tersebut kita dapat mengembangkan usaha. namun, terkadang ketika sudah sampai pada masa kejayaan, kebanyakan dari manusia lupa tentang siapa yang memberikan modal, orang bilang kacang upa kulitnya.
ketika kita tidak lagi menghargai orang yang sudah memberikan kita modal tentu orang tersebut akan meminta kembali apa yang telah diberikannya. begitu pun dengan rezki yang kita dapatkan ketika kita tidak bersyukur tentu, allah swt akan mengambil kembali apa yang telah kita anugerahkan.

Compensation Plans

Compensation can be defined as all of the rewards earned by employees in return for their labour. This includes:
  • Direct financial compensation consisting of pay received in the form of wages, salaries, bonuses and commissions provided at regular and consistent intervals
  • Indirect financial compensation including all financial rewards that are not included in direct compensation and can be understood to form part of the social contract between the employer and employee such as benefits, leaves, retirement plans, education, and employee services
  • Non-financial compensation referring to topics such as career development and advancement opportunities, opportunities for recognition, as well as work environment and conditions

The Determinants of Executive Compensation



    I.            Introduction

1.1  Definition of Compensation
Compensation refers to all forms of pay or rewards going to employees and arising from their employment and it has two main components:
·         Direct financial paymentsà pay in the form of wages, salaries, incentives, commissions, and bonuses.
·         Indirect financial paymentsà pay in the form of financial benefits such as insurance.

1.2  Definition of Executive Compensation
Executive compensation is total of salaries and other financial acceptance or payment that received by executives in a firm.
Although there are a lot of once difference about how practice of compensation to executive in many industry and company, most payment of ekskutif contain four especial components: fundamental salary, annual bonus which related to accounting performance, share option, long-range incentive plan ( including limited share plan and performance plan belong to accounting for some years). In addition, role of executive for board also accept special benefit, including life insurance and pension plan of executive addition. Differ from mid level management, top executive negotiation for increase of job formal contract. Formal contract usually end in five years and specify minimum salary, targeted bonus ( with or without guarantee), and plan allowance of retirement of dissociation moment or commutation in company control.
    II.            Organizing Dimensions for a Framework of Executive Compensation
There are three dimensions that characterize the assumption often implicit in empirical research on executive compensation, these are:
2.1  Direction of Causality
Executive compensation can be considered as a dependent variable (something to be explained) or an independent variable (for explaining something else). Scholarly and popular interest in understanding why some CEOs are paid more than others has focused on compensation as a dependent variable. Thus, the prevailing research has been on the determinants of pay. Modeling executive compensation as an independent variable directs attention not only to firm performance, but also to a potentially wide set of strategic choices, organizational characteristics, and stakeholder reactions that may be responsive to executive compensation plans.

2.2  Theoretical Perspective
Research on executive compensation has historically been driven by economic theory: for example, Berle and Means (1932), in one the earliest and still most influential published works on corporate ownership structure, documented the increasing separation of ownership and control in modern organizations. This work led other economist to focus on the consequences of this separation, including the observation that “executive salaries appear to be more closely associated with the scale of operations than with it’s, the firm’s, profitability” (Baumol 1967). Consequently, early empirical research on executive compensation was dominated by economists’ concerns about the relative importance of firm size and profitability as determinants of pay.
In spite of the prevalence of economic approaches to executive compensation, alternatives perspectives based on social-psychological and political theories of organizations are becoming more common. The social-psychology perspective argues that the setting of executive compensation is a social phenomenon (Bernard 1938; Hicks 1963) and, hence, is influenced by the actions of other individuals both within and outside of the organization. The political perspective, suggest that executive compensation and executive power are closely related (Finkelstein and Hambrick 1988). Taken together, then, scholars interested in studying executive compensation can select from economic, social-psychological, and political theoretical perspectives. In addition, research that seeks to combine theoretical perspectives may be particularly valuable because it can lead to critical tests that help distinguish the conditions under which various theories are applicable and the conditions under which they are not (Platt 1964).
2.3  Unit of Analysis
The question of unit of analysis is seldom explicitly considered in research on executive compensation. Most work focuses on either the pay of the CEO or the aggregate pay of a larger set of top managers. Less common, but potentially very informative, is research on pay patterns within top management groups, such as pay dispersion and differentials to understand both its determinants and consequences. Although research on pay at the group level is common for non-managers (Hirsch 1982), it is only in recent years that work on this topic has been directed toward senior executives.
When direction of causality, theoretical perspective, and unit of analysis are all considered together, a complex but analytically useful framework for the study of executive compensation emerges. The value of such a framework is twofold:
a.       It provides a broad view of research on executive compensation that help match pieces of a complex puzzle.
b.      It enables identification of research opportunities along multiple combinations of underlying dimensions.


 III.            A Framework to Study Executive Compensation
When all three possible dimensions are brought together in a two-by-two-by-three framework, as in Table 10.1, twelve possible conditions emerge.
Table 10.1
A Framework to Study Executive Compensation
                           Individual Unit of Analysis Direction of Causality         Group Unit of Analysis Direction of Causality
Perspective
Determinants
Consequences
Determinants
Consequences
Economic
·         Managerial versus neoclassical economics
·         Human capital
·         Marginal product
·         Managerial labor market
·         Managerial risk acceptance and acceptance of longer time horizons
·         Firm performance
·         Tournament model and pay differentials
·         Tournament model and turnover
·         Tournament model and firm performance
Social-Psychological
·         Mimetic and normative isomorphism
·         Social comparison
·         Equity and turnover
·         Social comparison and pay dispersion
·         Pay inequality and turnover
·         Pay inequality and firm performance
Political
·         Managerial power versus board power
·         Managerial manipulation of incentives systems
·         Unintended consequence of pay
·         Distribution of power within top management teams
·         Politic as a contingency between pay inequality and firm performance
·         Pay inequality and top management team politics
·         Relative managerial pay and internal labor markets




3.1  Economic Explanation for Executive Compensation
The economic determinants of executive compensation have been a major focus of research for some times. For many years economist have been interest in the relative importance of sales and profits in explaining compensation.
3.1.1        Research from the managerialist and neoclassical  Traditions
The managerialist view leads naturally to a “corporate growth hypothesis”, that firms size (sales or assets) will be positively associated with executive compensation, it also possible to argue that maximizing firms size is a worthy goal for which CEOs should be rewarded because larger firms may have greater market power and access to more resource and managerial jobs in such setting involve more complex and demanding responsibilities.
Neoclassical economist support the “Profit maximization hypothesis”, which translate compensation arena to an expectation that executive pay will be significantly related to firm profitability. According to this prospective, because corporations, through the decision of management, seek to maximize profitability, profit should have a strong and persistent to influence of executive rewards.
3.1.2        Moderator of the pay-performance relationship
Corporate Control
Research of corporate control has probably come close to developing these opposing theoretical prospective on executive compensation. This work differentiated externally controlled firms from managerial control firms. When externally control and managerially controlled firms are compared directly, the underlying logic behind the neoclassical and managerialist schools becomes clear.
In sum, Corporate control plays a key role in the setting of executive compensation, these studies make clear that differences between neoclassical and managerialist prospective on executive compensation are fundamental and can  understood much more clearly when critical contingency factors such as corporate control are taken into consideration.
Table 10.2
Externally Controlled versus Managerially Controlled Firms
 

                  External Control                               Managerial Control
 

Underlying Theories
·         Neoclassical
·         Agency Theory
·         Managerialist
·         Managerial hegemony theory
Locus of Corporate Control
·         BOD
·         CEO
Competence depends on
·         Alignment of shareholder and CEO’s objectives
·         Dominance of CEO’s preferences
Guidelines in setting Compensation
·         Reward performance
·         Minimize CEO’s pay
·         Legitimize process
·         Maximize CEO’s pay
Key Driving Force
·         Profit maximization
·         Supply and demand
·         Marginal product
·         Socio political force
·         Institutional norm
·         Bureaucracy
Risk
Risk is a central component of agency theory and one that has figured prominently in studies of executive compensation. This risk problem effectively rules out any perfect solution to the divergence of interest between managers and shareholders, empirical work has focused on exploring the trade between incentives and risk sharing.
Taking this tradeoff between incentives and risk sharing as their starting point, there is three dimensions of compensation relevant to CEO risk sharing-total compensation, compensation risk, and compensation time horizon.
Managerial discretion
The work on managerial discretion, that provided evidence for its effect on overall compensation and the use of incentives compensation. Managerial discretion is a potentially powerful predictor of the extent to which pay and performance are related, stated simply, the grater the level of managerial discretion, the greater the potential impact of managers on organizational outcomes and the more important it is to ensure that their pay is tied to performance.
There are several propositions than came up in the explanation:
Proposition 1: The association between CEO compensation and firm performance is not a direct one. Rather, the nature of the pay performance relationship depend such contingency factor as corporate control, firm risk, and managerial discretion.
Proposition 2: The greater the level of external control, the stronger the relationship between CEO compensation and firm performance.
Proposition 3: The greater the level of firm risk, the weaker the relationship between CEO compensation and firm performance.
Proposition 4: The greater the level of managerial discretion, the stronger the relationship between CEO compensation and firm performance.
Human capital
Human capital derives from the experiences and background of a manager and it is important source of compensation to the extent that is recognized and value of firms, such as, managerial experience, education and tenure.
Three key factors that related to skill specificity affect compensation:
·         Risk and return to human capital
·         Market power
·         Adverse selection
For outside CEO candidates, the lack of firm specific human capital suggest that they must be compensated for the previous employer specific human capital they give up to make the move. In all, the work on human capital has not yet produced a robust set of results, while it may be that certain human capital is advantageous in reaching the top echelons of a firm or in being selected as an outsider to run a company, theory has been little less clear on how this translates more directly into higher.
There are several new propositions on compensation belong to human capital concept such as:
Proposition 1: output function experience among executives in firms pursuing Prospector strategies is more strongly related to executives’ compensation that output function of experience among executives in firms pursuing Defender strategies.
Proposition 2: Throughput function experience among executives in firms pursuing Defender strategies is more strongly related to executive compensation than throughput function experience among executives in firms pursuing Prospector strategies
Marginal product and the managerial labor market
Beyond human capital, while it seems likely that an executive’s compensation depends in part on his or her marginal product and the workings of the managerial labor market.
The several factors that have been found to determine executive compensation:
·         managerial job complexity
·         degree of complexity
·         degree of regulation
·         firms size
·         Firm performance

Proposition 10-6: The greater the marginal product of CEO, the grater his or her compensation.
The studied how market compensations affect executive compensation, if one believes in an information efficient labor market, there is no reason to expect that there will be as strong pay performance link because compensation committees must pay the going rate, because none of executives directors and compensation committee members tend to be a similar to CEOs, they will tend to be quicker to respond to situation in which their CEOs is underpaid relative to the market than to situation in which their CEO is overpaid.  

3.2  Social Explanation for Executive Compensation



3.3  Political Explanation for Executive Compensation
Power an important factor in explaining behavior in top management teams, plays a central role in the strategic decision making process. Hence, it would not be surprising to find that managerial power is a critical determinant of pray.
At heart of a political model of executive compensation is the realization that the board of directors acting as monitor of managerial behavior and top management area fundamentally in conflict. Boards have a fiduciary responsibility to maximizing shareholder value, while top management area more concerned with maximizing their own utility. As a result, the setting of executive compensation brings together boards and managers with different interest that are often resolve through political means.
The consequence of conceptualizing the compensation-setting process through a political lens is that the key predictor of executive pay becomes the relative power of a manager (typically the CEO in empirical work) versus the board. An implicit assumption here is that managerial power will be associated with greater levels of compensation. Thus, a model that considers the interaction of power and preferences in the determination of pay is needed.
Proposition 10-14: CEO preferences for pay determine the amount, mix, and type of CEO compensation
Proposition 10-15: The more powerful the CEO, the stronger the relationship between CEO preferences for pay and the amount, mix, and type of CEO compensation.
A broader conceptualization of power is needed in the context of executive compensation. Power is multidimensional, complex construct (Finkelstein 1992; March 1966; Pfeffer 1981), a consequence of which is the potential instability of results across studies that use different measures of power without grounding in a clear theory of board-CEO power. Such a model would need to:
a.       Develop a conceptualization of board-CEO power grounded in theory
b.      Use this grounding to identify appropriate dimensions of the construct
c.       Create a measurement methodology that adequately captures that multiple dimensions of board-CEO power.


4        Compensation for Business Unit General Manager: Determinants and Consequences

4.2  GM Compensation versus CEO Compensation
The administration of business unit GM compensation differs from CEO compensation in several ways. Fist, divisional GMs are generally subject to greater constraint than CEOs by virtue of being in middle management and thus having less direct influence in the setting of their pay. Nevertheless, it is incorrect to disregard the role of power in business unit GM pay because the level of compensation earned by general managers may be influenced by top managers’ perceptions of GMs upward mobility. A second, difference between business unit GM pay and CEO pay is that the letter pay is formally set by the board of director, while general manager pay is based on internal evaluation. Future work may build on this observation by modeling agency relationship within firm, with the CEO acting as principal and the business unit general manager as agent. Third, pay may be less of a motivator CEOs than for business unit GMs because CEOs generally have greater wealth and may be motivated by other factors, such as power and prestige.
4.3  The Determinants of GM Compensation
Although the work cited earlier on the determinant of divisional reward system has been informative, little research has been done on the determinants of the actual level of GM pay. In a study that relief on data collected by compensation consultant, however, Fisher Govindarajan tested a model of business unit GM pay. Their model applied finding on CEO pay to the profit center manager and found that such variable as firm size, profit center size, firm performance, and the human capital of the GM were significant predictors CEO pay may be an important driver of GM pay. As we discuss earlier, research by Graffin, Wade, Porac, and McNamee found that high status CEOs shared their good fortune with subordinate. The authors take these ideas and examine four compensation of foreign subsidiary compensation strategy:
·         Headquarters senior management pay mix
·         Market positioning
·         Subsidiary pay mix
·         Adjustment criteria

4.4  The Consequences of GM Compensation
Proposition 10-16: The more diversified the firm, the stronger the relationship between performance-contingent compensation and firm performance.
Hamrick and Snow developed a set of prescription that different between emerging and established general managers, arguing that each group has its own needs desire, and value, and, hence may respond to different reward system. Emerging GMs are “in the 35-50 age range, often have less than ten years tenure with the firm, and while part of the general management ranks, tend to preside over smaller, lower level units that their more seasoned counterparts”. Established GMs are older, have longer company tenures, and “have largely achieved the position of power and responsibility that their younger counterparts seek”.
As Table 10.4 illustrate, these differences extend to the type and amount of incentives, payment criteria, and incentive administration. Each of the cells in Table 10.4 represents hypothesis on business unit GM pay that require empirical test. Hence, firm performance should be greater to the extent that emerging and established general, managers are rewarded through the pattern of incentives, criteria for receipt, and administration described for each in Table 10.4.
Table 10.4
Incentive Systems for Different Managerial Contexts





 
                        Incentive Types and Amounts         Criteria for Receipt                   Incentive Administration
Emerging General Managers
·         Promotion and advancement of paramount importance
·         Pay emphasis on cash, reliable base salary, high incentive leverage and hurdles
·         Emphasis on unit performance
·         Emphasis on quantitative, “objective” indicators.
·         Explicit and unambiguous incentives.
Established General Managers
·         Perquisites and recognition of primary importance
·         Blend of cash and deferred stock compensation, competitively average base salary, moderate incentive leverage and low hurdles.
·         Balanced emphasis on unit and corporate performance
·         Balanced emphasis on quantitative and qualitative measures.
·         Somewhat implicit, flexible, and ambiguous incentives.

CONCLUSION
Review of social and political factors strongly suggests that a prime reason for the often weak reported association between pay and performance is that the “agent” in the principal-agent framework is not necessarily a fully “rational,” risk-averse, self-interested optimizer, but rather an individual whose complex motivations and interests cannot be scripted.
The implications of these arguments are fundamental: (1) pay and performance are not always related, and (2) the relationship between pay and performance is contingency-driven, depending on an assessment of such factors as principal (board of directors) effectiveness, agent (managerial) preferences for different types and amounts of compensation, existence of alternative monitoring devices, firm risk, and the nature of top managerial work and discretion in different contexts.
A focus on social and political, as well as economic, factors is needed to not only develop more complete understanding of compensation, but also to begin to resolve such fundamental dilemmas as the pay-performance relationship. Compensation has an impact on people, and on organizations. In addition, organizations are social organisms, and executives are surrounded by other executives in a firm.