Suatu ketika seorang pengrajin batu berjalan di gunung yang sangat gersang dan melihat seonggok batu dengan warna coklat kusam yang telah diseimuti oleh lumut dan kenampakan luarnya relatif lapuk. Kemudian dengan sekuat tenaga sang pengrajin tersebut mengayun godamnya mengenai batu hingga mendapatkan bongkahan batu sebesar kepala dan mulai terlihat warna asli dari batu tersebut adalah putih.
Dibawah batu itu ke rumahnya, dipotongnya dengan menggunakan gerinda (alat potongkayu), hingga percikan api hasil gesekan dengan batu itu sesekali terlihat. Dihaluskannya permukaan yang kasar dari batu tersebut dan di poles.
Siang dan malamnya, ia berusaha membuat sebentuk batu penghias cincin, dari warna batu yang putih dan kasar, berangsur-angsur menjadi putih, mengkilap, dan licin. Pengrajin tersebut tahu betul kesempurnaan bentuk sebuah batu penghias cincin, akhirnya terciptalah sebuah batu yang bernilai.
Renungan :
Sebenarnya alam memberikan berbagai pelajaran buat kita. Kita adalah sebongkah batu, kondis lapuk, berlumut dan rapuh adalah kondisi kita yang tidak mampu melawan cobaan. Pukulan godam, gesekan gerinda, percikan api, polesan amplas adalah gambaran dari cobaan yang datang untuk menempa kita.
Terkadang kita meolak cobaan yang datang, tetapi sebenarnya cobaan tersebut adalan sarana yang datang dari sang pencipta untuk membentuk kepribadian kita sehingga kita bisa terlihat bersinar.
Sedangkan mari kita pikirkan, dimanakah posisi kita? Apakah kita seonggok batu yang tidak berharga? Ataukah kita seonggok batu yang sedang mengalami proses menjadi sebuah batu perhiasan cincin yang memiliki nilai yang mahal?
Wisdom of the day
Kebahagiaan tertinggi dalam kehidupan adalah kepastian bahwa anda dicintai sepertinya apa adanya, atau lebih tepatnya dicintai walaupun anda seperti diri adanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar